10/09/2008

Orang Purba pun “Berkembang” (Tinjau Ulang Bab Paleoantropologi di Buku Sejarah !)


Evolusi yang \"benar\" ?
Mohon maaf sebesar-besarnya bagi para penulis buku sejarah di Indonesia. Bukan maksud saya untuk memprotes segala hasil kerja kalian. Saya yakin kalian pasti bekerja keras membuat buku-buku itu. Namun, ketika membeli buku sejarah SMP untuk bahan mengajar, saya menemukan sesuatu yang membuat saya menghela napas (berat, bukan lega). Sesuatu yang saya kira bakal mengalami perubahan setelah 10 tahun, ternyata buntutnya begitu-begitu saja.
Tentu saja saya bicara tentang bab yang membahas para nenek moyang kita, manusia purba dengan ciri-ciri kera. Atau benarkah demikian ? 10 tahun yang lalu, saat saya duduk di kelas 2 SMP, gambar-gambar yang mewujudkan perubahan sedikit-demi-sedikit dari manusia-mirip-kera ke manusia tegap alias proses evolusi itu tidak akan membuat saya terkejut (walau membuat saya berpikir heran : kalau kita memang berasal dari manusia kera, lalu mengapa jaman sekarang ada kera yang mirip manusia ? Apa itu berarti mereka mengalami evolusi mundur ? Tapi katanya, evolusi itu perubahan berangsur-angsur menuju taraf yang lebih maju. Jadi yang benar yang mana dong ? Ah, masa bodo !). Tetapi setelah sekian tahun berlalu dan berbagai aspek paleoantropologi mulai menguak beberapa penemuan terbaru, bahkan yang meruntuhkan teori lama, buku sejarah kelas 2 SMP masih saja membahas hal yang sama. Manusia modern mencapai bentuknya yang sekarang karena berevolusi.
SALAH.
Oh, mungkin di antara kalian ada yang berpikir bahwa karena saya seorang muslim, dan yang namanya manusia berevolusi dari manusia-kera itu tidak ada karena tidak disebut dalam kitab suci. Oke, saya akui, pemahaman segi agama inilah yang pertama kali membuat saya sangsi akan pelajaran sejarah ketika SMP dulu (Katanya Nabi Adam itu manusia pertama ? Katanya ganteng ? Kok…kera ?). Tapi argumen dari dunia sains saat ini pun mulau mematahkan teori evolusi. Walaupun paleoantropologi itu mempelajari manusia purba yang sudah lama mati, ilmu ini ternyata masih terus berkembang dan bahkan beberapa penemuan baru telah mematahkan teori lama sehingga tidak relevan lagi. Di antaranya adalah :
  1. Saat ini, diketahui fosil manusia Jawa dan manusia Peking (dikenal sebagai spesies Homo erectus yang masih memiliki ciri-ciri kera) ternyata tidak reliabel. Sebagian besar rangka manusia Peking disusun dari model gips yang aslinya telah hilang, sementara manusia Jawa direkonstruksi hanya dari potongan tulang tengkorak ditambah potongan tulang panggul yang ditemukan beberapa meter jauhnya dari tulang tengkorak tersebut, sebelum diketahui apakan kedua potongan itu berasal dari spesies yang sama atau bukan.
  2. Fosil Homo erectus terlengkap yang ditemukan di Afrika, Turkana Boy, menunjukkan bahwa Homo erectus ternyata mirip dengan manusia modern (Homo sapiens) dan sama sekali tidak ada jejak-jejak kemiripan dengan kera. Fosil anak lelaki yang ditemukan di dekat Danau Turkana, Kenya ini diperkirakan berusia 12 tahun saat meninggal, dan dari struktur rangkanya diperkirakan ia akan bertinggi 1,83 meter saat dewasa. Sang penemu, Alan Walker, berkomentar bahwa kerangka manusia Afrika ini “mirip sekali dengan manusia Neanderthal (sebutan bagi ras Homo sapiens yang pertama kali muncul di Eropa) !” (Disadur dari : Boyce Rensberger, The Washington Post, 19 November 1984).
  3. Australopithecus, yang sering dianggap sebagai tahapan pertama evolusi manusia langsung dari kera, ternyata, coba tebak ? Memang benar-benar kera. Kesamaan fisik dengan kera nampak dari kapasitas tengkorak yang mirip dengan simpanse modern, bagian menonjol pada tangan dan kaki yang digunakan untuk berjalan dan memanjat, jemari kaki yang strukturnya cocok untuk menggenggam dahan, gigi geraham yang tajam, lengan yang lebih panjang daripada kaki, semuanya adalah ciri-ciri kera, bukan manusia. Terima kasih kepada studi 15 tahun yang dilakukan Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard. (Disadur dari : Charles E. Oxnard, “The Place of Australopithecines in Human Evolution: Grounds for Doubt,” Nature, vol. 258, p. 389)
  4. Fred Spoor dari Universitas Liverpool meneliti koklea alias “rumah siput” dalam telinga manusia dan telinga fosil Australopithecus. Penelitian menunjukkan bahwa sistem keseimbangan dalam telinga Australoptihecus adalah ciri khas makhluk yang berjalan dengan empat kaki, bukan dua kaki. Dengan kata lain, mereka benar-benar k-e-r-a, bukan manusia mirip kera. (Disadur dari : Fred Spoor, Bernard Wood, Frans Zonneveld, “Implication of Early Hominid Labyrinthine Morphology for Evolution of Human Bipedal Locomotion,” Nature, vol. 369, 23 June 1994, p. 645-648)
  5. Kapasitas otak kecil, dahi yang menonjol, bentuk tengkorak dan sebagainya yang disebut-sebut sebagai ciri pembeda Homo erectus dan manusia modern terlalu dilebih-lebihkan. Profesor William Laughlin dari University of Connecticut berpendapat bahwa semua itu hanyalah variasi biologis yang sebenarnya tidak ada bedanya dan masih terlihat pada beberapa ras yang tersebar di seluruh dunia saat ini. Hal ini dapat dilihat lewat studi anatomi yang dilakukan beliau terhadap orang-orang Eskimo, Inuit, Aleut, Aborigin Australia dan beberapa suku di Afrika termasuk suku Bushmen dan Pygmi. Dan ngomong-ngomong, kecerdasan itu bergantung pada proses internal dalam otak, bukan ukurannya (Disadur dari : Marvin Lubenow, Bones of Contention, Grand Rapids, Baker, 1992. p. 136).
Jadi, masih pantaskah mencantumkan gambar dari kera-ke-manusia itu di dalam buku pelajaran SMP ? Alangkah konyolnya membiarkan anak-anak Indonesia mengisi soal ujian dengan teori lama yang harusnya sudah dipatahkan !

1 comment:

  1. anda mengajar? anda memahami evolusi manusia saja tidak bisa. Tidak ada teori evolusi mengatakan manusia berasal dari kera itu kesalahan pemahaman anda. Manusia dan juga kera dan sejenisnya berasal dari nenek moyang yang sama itu yang dimaksud, bukan manusia dari kera. We share the common ancestor with apes .... and we're still now the kind of apes. Belajarlah bahasa inggris yang benar kalau mau belajar sains.

    ReplyDelete